Setiap program, kegiatan-kegiatan
atau sesuatu yang lain yang direncanakan selalu diakhiri dengan suatu evaluasi.
Evaluasi dimaksudkan untuk melihat kembali apakah suatu program/kegiatan telah
sesuai dengan perencanaan atau belum. Dari kegiatan evaluasi akan diketahui
hal-hal yang telah / akan dicapai sudahkah memenuhi kriteria yang ditentukan.
Berdasarkan hasil evaluasi tersebut kemudian diambil keputusan apakah program
tersebut akan diteruskan ataukah direvisi / bahkan diganti seluruhnya.
Kegiatan pengembangan kurikulum juga
tidak akan lepas dari unsur evaluasi, karena evaluasi merupakan salah satu
komponen yang amat penting yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Dalam banyak
hal, komponen penilaian sangat berperan dalam menunjang keberhasilan
pengembangan kurikulum, seperti yang kita ketahui, kurikulum yang dikembangkan
itu masih berupa perencanaan-perencanaan bersifat teoritis dan abstrak. Dengan
adanya evaluasi, kita akan memperoleh gambaran mengenai keberhasilan kurikulum
yang sedang / telah dikembangkan di sekolah-sekolah. Dari kegiatan evaluasilah
akan diketahui kelebihan, kelemahan dan kekurangan-kekurangannya.
A. Hakikat Evaluasi Kurikulum
Evaluasi
pada dasarnya adalah proses penentuan nilai sesuatu berdasarkan kriteria
tertentu. Dalam proses evaluasi terdapat beberapa komponen, yaitu mengumpulkan
data/informasi yang diperlukan sebagai dasar dalam menentukan nilai sesuatu
yang menjadi obyek evaluasi. Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik
dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan
keputusan dalam kurikulum. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh
para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih
dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan sistem pendidikan dan modal
pengembangan kurikulum yang digunakan. Hasil evaluasi kurikulum juga dapat
dipakai oleh guru, kepala sekolah maupun para pelaksana pendidikan lainnya
untuk mengetahui perkembangan siswa, memilih bahan pelajaran, memilih metode
serta cara penilaian pendidikan.
Evaluasi
kurikulum sulit dirumuskan secara tegas, sebab evaluasi kurikulum selalu
berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah, selain itu obyek
evaluasi kurikulum juga berubah-ubah sesuai dengan konsep kurikulum yang
diterapkan serta evaluasi kurikulum itu dilakukan oleh seseorang yang sifatnya
juga berubah.
Menurut
Stufflebeam, ada tiga hal penting yang tercakup dalam proses evaluasi, (a)
menetapkan suatu nilai, (b) adanya suatu kriteria, (c) adanya deskripsi program
sebagai obyek penilaian.[1]
Komponen
lain yang dapat menunjang keberhasilan evaluasi kurikulum yaitu pertimbangan.
Pertimbangan merupakan hasil yang sangat penting dalam proses evaluasi.
Pertimbangan tersebut diharapkan tepat jika informasi yang diperoleh juga
tepat. Oleh karena itu, pengumpulan informasi harus didasarkan pada rencana
pertimbangan yang telah ditetapkan, pertimbangan yang diambil tidak harus
menuntut adanya pengambilan tindakan. Sebagai contoh, seorang kepala sekolah
mempertimbangkan bahwa suatu kurikulum yang baru akan lebih efektif.
Sedang
komponen yang terakhir yaitu pembuatan keputusan. Komponen ini merupakan tujuan
akhir dari evaluasi kurikulum. Dalam pembuatan keputusan harus dipikirkan
dengan matang karena dalam keputusan tersebut yang akan membawa ke arah yang positif
/ negatif.
“Evaluasi
dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai
bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan”.[2]
B. Aspek Kurikulum yang Dievaluasi
1. Tujuan
Suatu
perencanaan program pendidikan, mungkin keseluruhan program, kurikulum,
pengajaran, atau evaluasi harus didasarkan pada tujuan perencanaan ini.
Penilaian tujuan kurikulum terutama untuk mengetahui apakah tujuan kurikulum
dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian yang lebih tinggi dalam
pendidikan? Melalui evaluasi ini dapat diketahui kadar tujuan kurikulum sebagai
tujuan dalam mencapai tujuan pendidikan.
2. Isi Kurikulum
Penilaian
tentang isi kurikulum mencakup semua program yang diprogramkan untuk mencapai
tujuan. Komponen isi mencakup semua jenis mata pelajaran yang harus diajarkan,
dan pokok-pokok bahasan atau bahan pengajaran yang meliputi seluruh mata pelajaran
tersebut.
Isi/bahan
kurikulum tersebut dinilai dari segi kerelevansiannya dengan tujuan yang
berarti dapat menjamin tercapainya tujuan itu, kebenarannya sebagai ilmu
pengetahuan, fakta/pandangan tertentu, keluasan dan kedalamannya.[3]
3. Strategi
Pengajaran
Penilaian
strategi pengajaran meliputi berbagai upaya yang ditempuh demi tercapainya
tujuan berdasarkan bahan pengajaran yang telah ditetapkan. Komponen strategi
pengajaran mencakup berbagai macam pendekatan yang dipilih, metode-metode dan
berbagai teknik pengajaran, sistem penilai, pencapaian hasil belajar siswa baik
yang berupa penilaian proses maupun hasil yang diperoleh.
4. Media
Pengajaran
Komponen
media pengajaran merupakan komponen kurikulum yang berupa sarana untuk
memberikan kemudahan dan kejelasan siswa dalam proses belajar yang
dilakukannya. Ada berbagai macam media yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pengajaran baik yang bersifat tradisional maupun modern.
Media
pengajaran tersebut dinilai berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan, bahan
pengajaran, kebutuhan pengalaman siswa, kesesuaian dengan kemampuan dan
ketrampilan pengajar, efektivitas sebagai sarana penunjang dan sebagainya.
5. Hasil yang
Dicapai
Hal-hal yang
dicapai dalam suatu kurikulum paling tidak mencakup tiga masalah, yaitu
keluaran, efek dan dampak. Keluaran berupa prestasi belajar yang dicapai siswa
sesuai dengan tujuan. Efek berupa perubahan tingkah laku sebagai akibat dari perlakuan
belajar. Sedangkan dampak merupakan pengaruh suatu kurikulum pada perkembangan
lembaga pendidikan itu sendiri, pengetahuan dan masyarakat.
Hasil-hasil
yang dicapai tersebut merupakan masukan yang sangat berguna untuk menilai
hasil-guna dan daya-guna suatu kurikulum yang dijalankan. Hal ini dapat
dilakukan dengan menemukan perbedaan antara perencanaan/tujuan dengan hasil
yang diperoleh secara faktual.
C. Bentuk Evaluasi Kurikulum
Evaluasi
kurikulum merupakan usaha yang sulit dan kompleks, karena banyaknya aspek yang
harus dievaluasi, banyaknya orang yang terlibat dan luasnya kurikulum yang
harus diperhatikan. Itu sebabnya evaluasi kurikulum memerlukan ahli-ahli yang
mengembangkan menjadi disiplin ilmu.
Scriven memberikan
sumbangan besar kepada evaluasi kurikulum dengan mengemukakan betapa pentingnya
saat evaluasi itu diadakan, apakah sepanjang program itu berjalan (yaitu
evaluasi formatif) atau pada akhirnya (yaitu evaluasi sumatif).[4]
Bentuk
evaluasi kurikulum secara komprehensif dapat ditinjau menjadi dua macam, yaitu
formatif dan sumatif.
1. Penilaian
formatif
Penilaian ini disebut juga dengan
penilaian proses, yakni penilaian yang dilakukan sepanjang pelaksanaan
kurikulum. Data dikumpulkan dan dianalisis untuk menemukan masalah serta
mengadakan perbaikan sedini mungkin.[5]
Berbagai alat penilaian, dapat
digunakan dalam penilaian formatif, di antaranya yaitu tes, wawancara,
observasi dan lain-lain. Dan yang dinilai adalah semua komponen dan menunjang
pelaksanaan program. Untuk mencapai maksud evaluasi formatif, tidaklah perlu
atau bahkan dikehendaki menanyakan seluruh siswa dalam pertanyaan yang sama.
2. Penilaian
sumatif
Proses evaluasi yang dilakukan pada
akhir jangka waktu tertentu, berbeda dengan penilaian formatif, penilaian
sumatif ini harus menunggu selesainya suatu program. Misalnya setelah satu tahun
program berjalan, atau setelah lembaga pendidikan menghasilkan lulusannya.[6]
Evaluasi sumatif mempunyai beberapa
tujuan, di antaranya menyeleksi dari beberapa program kurikulum yang
tersedia/proyek yang mana akan melanjutkan dan mana yang tidak efektif.[7]
Dalam
pelaksanaan di sekolah penilaian formatif ini merupakan ulangan harian,
sedangkan tes sumatif biasa kita kenal sebagai ulangan umum yang diadakan pada
akhir semester.
Penilaian
secara formatif mempunyai manfaat baik bagi siswa, guru maupun program itu
sendiri, di antaranya yaitu :
1. Manfaat bagi
siswa
a) Digunakan
untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai bahan program secara menyeluruh.
b) Usaha
perbaikan. Dengan umpan balik (feed back) yang diperoleh setelah
melakukan tes siswa mengetahui kelemahan-kelemahannya.[8]
Sehingga siswa mengetahui bab mana yang dirasa belum dikuasainya. Dengan
demikian ada motivasi untuk meningkatkan penguasaan.
c) Sebagai
diagnosa. Bahwa pelajaran yang sedang dipelajari oleh siswa merupakan
serangkaian pengetahuan dan ketrampilan. Dengan mengetahui hasil tes formatif,
siswa dengan jelas dapat mengetahui bagian mana dari bahan pelajaran yang masih
dirasakan sulit.
2. Manfaat bagi
guru
a) Mengetahui
sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh siswa. Dengan ini
guru bisa menentukan apakah strategi mengajarnya harus diganti atau tetap
menggunakan strategi lama.
b) Dapat
mengetahui bagian-bagian mana dari bahan pelajaran yang belum dipahami oleh
siswa.
c) Dapat
meramalkan sukses dan tidaknya seluruh program yang akan diberikan.
3. Manfaat bagi
program
a) Apakah
program yang telah diberikan merupakan program yang tepat dalam arti sesuai
dengan kecakapan anak.
b) Apakah
program tersebut membutuhkan pengetahuan-pengetahuan prasyarat yang belum
diperhitungkan.
c) Apakah
diperlukan alat, sarana dan prasarana untuk mempertinggi hasil yang akan
dicapai.
d) Apakah
metode, pendekatan dan evaluasi yang digunakan sudah tepat.
Ada beberapa manfaat dari penilaian tes sumatif, di
antaranya yaitu :
1. Untuk
menentukan nilai
Nilai dalam tes sumatif digunakan
sebagai acuan dalam menentukan perbandingan siswa dan kedudukan siswa dalam
kelas. Sehingga dalam nilai tersebut dapat diketahui prestasi belajar
siswa-siswa dalam kelas.
2. Berfungsi
sebagai tes prediksi
Tes ini untuk menentukan seorang
anak sudah menguasai bahan pelajaran yang sudah diberikan, sehingga siswa mampu
melanjutkan program selanjutnya ataukah siswa harus mengulang / mempelajari
lagi bahan pelajaran tersebut.
3. Untuk
mengisi catatan kemajuan belajar siswa, sehingga akan berguna bagi :
a. Orang tua
siswa
b. Pihak
bimbingan / penyuluhan di sekolah.
c. Pihak lain,
misalnya siswa tersebut akan pindah ke sekolah lain / akan melanjutkan belajar
/ memasuki lapangan kerja.
D. Peranan Evaluasi Kurikulum
Evaluasi
kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial dan sebagai institusi sosial.
Proyek-proyek evaluasi yang dikembangkan di Inggris atau di negara-negara lain
merupakan institusi sosial dari gerakan penyempurnaan kurikulum.
Beberapa
karakteristik dari proyek-proyek kurikulum yang dikembangkan di Inggris,
umpamanya (1) lebih berkenaan dengan inovasi daripada dengan kurikulum yang
ada, (2) lebih berskala nasional daripada lokal, (3) dibiayai oleh grant
dari luar yang berjangka pendek daripada oleh anggaran tetap, (4) lebih banyak
dipengaruhi oleh kebiasaan penelitian yang bersifat psikometris daripada oleh
kebiasaan lama yang berupa penelitian sosial.[9]
Peranan
evaluasi kebijakan dalam kurikulum khususnya pendidikan umumnya minimal
berkenaan dengan tiga hal, yaitu evaluasi sebagai moral judgment, evaluasi dan
penentuan keputusan, evaluasi dan konsensus nilai.
1. Evaluasi
sebagai moral judgment
Konsep utama
dalam evaluasi adalah masalah nilai. Hasil dari suatu evaluasi berisi suatu
nilai yang akan digunakan untuk tindakan selanjutnya. Hal ini mengandung dua
pengertian, pertama, evaluasi berisi suatu skala nilai moral, berdasarkan
skala tersebut, suatu obyek evaluasi dapat dinilai. Kedua, evaluasi
berisi suatu perangkat kriteria praktis berdasarkan kriteria-kriteria tersebut
suatu hasil dapat dievaluasi.
Evaluasi
bukan merupakan konsep tunggal, minimal meliputi dua kegiatan, pertama
mengumpulkan informasi dan kedua menentukan suatu keputusan. Kegiatan yang
pertama mungkin juga mengandung segi-segi nilai (terutama dalam memilih sumber
informasi dan jenis informasi yang akan dikumpulkan), tetapi belum menunjukkan
suatu evaluasi. Dalam kegiatan yang kedua, yaitu menentukan keputusan
menunjukkan suatu evaluasi, dasar pertimbangan yang digunakan adalah suatu
perangkat nilai-nilai.
Karena
masalah-masalah dan konsep-konsep dalam pendidikan selalu mengalami
perkembangan, maka pertalian antara informasi pendidikan yang diperoleh dengan
keputusan yang diambil tidak selalu sama, mengalami perkembangan pula.
Perkembangan ini terutama berkenaan dengan perkembangan atau perubahan
nilai-nilai. Oleh karena itu, salah satu tugas dari evaluator pendidikan
mempelajari kerangka nilai-nilai tersebut. Atas dasar nilai-nilai tersebut maka
keputusan pendidikan baru bisa diambil.[10]
2. Evaluasi dan
penentuan keputusan
Pada
dasarnya pengambil keputusan dalam pelaksanaan pendidikan atau khususnya dalam
pelaksanaan kurikulum yaitu guru, murid, kepala sekolah, orang tua, para
inspektur, pengembang kurikulum dan sebagainya. Pada prinsipnya mereka semua mempunyai
peranan penting dalam pengambilan keputusan berdasarkan posisinya. Murid
mengambil keputusan sesuai dengan posisinya sebagai murid, guru mengambil
keputusan sesuai dengan posisinya menjadi guru, besar kecilnya peranan
keputusan yang diambil oleh seseorang sesuai dengan lingkup tanggung jawabnya
serta lingkup masalah yang dihadapinya pada suatu saat. Beberapa hasil evaluasi
menjadi bahan pertimbangan bagi murid untuk belajar lebih giat atau tidak.
Lain halnya
dengan keputusan yang diambil oleh seorang guru, ia mengambil keputusan untuk
kepentingan seorang atau seluruh murid. Demikianlah keputusan yang diambil
kepala sekolah dan sebagainya. Jadi, tiap pengambil keputusan dalam proses
evaluasi mempunyai posisi nilai yang berbeda.
3. Evaluasi dan
konsensus nilai
Dalam
berbagai situasi pendidikan serta kegiatan pelaksanaan evaluasi kurikulum,
sejumlah nilai-nilai dibawakan oleh orang-orang yang turut terlibat atau
berpartisipasi dalam kegiatan penilaian atau evaluasi. Para partisipan dalam
evaluasi pendidikan dapat terdiri atas : orang tua, murid, guru, pengembang
kurikulum, administrator, ahli politik, ahli ekonomi dan lain-lain.
Pernah
dimimpikan bahwa para partisipan tersebut merupakan suatu kelompok yang homogen
sebagai pengambil keputusan atas hasil penelitian, tetapi beberapa pengalaman
menunjukkan bahwa hal itu tidak mungkin. Mereka mempunyai sudut pandangan,
kepentingan nilai-nilai serta pengalaman tersendiri. Bagaimana caranya agar di
antara mereka terdapat kesatuan penilaian, kesatuan penilaian hanya dapat
dicapai melalui suatu konsensus.
Secara
historis, konsensus nilai dalam evaluasi kurikulum berasal dari tradisi mental
serta eksperimen. Konsensus tersebut berupa kerangka kerja penelitian, yang
dipusatkan pada tujuan-tujuan khusus, pengukuran prestasi belajar yang bersifat
behavioral, penggunaan analisis statistik dan pretest serta post test dan
lain-lain. Model penelitian di atas merupakan suatu social engineering
atau system approach dalam pendidikan. Dalam model penelitian tersebut
keseluruhan kegiatan dapat digambarkan dalam suatu flow chart yang
merumuskan secara operasional input (pretest) cara-cara kegiatan (treatment)
serta output (pro test).[11]
Model di
atas mendapatkan beberapa kritik, tetapi kritik atau kesulitan tersebut yang
paling utama adalah dalam merumuskan tujuan-tujuan khusus yang dapat diterima
oleh seluruh partisipan evaluasi kurikulum serta perencana kurikulum.
KESIMPULAN
Evaluasi kurikulum diadakan untuk
mengetahui hingga manakah hasilnya memenuhi harapan-harapan yang terkandung
dalam tujuan-tujuannya dengan maksud untuk mengadakan perbaikan dan
melanjutkannya atau menggantikannya dengan yang baru, bila segala sarana dan prasarana
telah disiapkan yang antara lain mengenal pendidikan guru dan alat-alat
instruksional.
Evaluasi harus dilakukan secara
kontinyu setelah kurikulum itu diresmikan sepanjang kurikulum itu masih
dipakai. Demikian juga bahan perlu disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan
zaman. Dengan demikian mutu kurikulum senantiasa dapat dipelihara bahkan
ditinggalkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, PT. Bina Aksara,
Jakarta, 1987.
Nasution,
S., Kurikulum dan Pengajaran, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1989.
__________, Pengembangan
Kurikulum, CV. Cika Aditya Bakti, Bandung, 1993.
Neil, John
D. Mc., Kurikulum Sebuah Pengantar Komprehensif, Wira Sari, Jakarta,
1988.
Nurgiantoro,
Burhan, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, BPFE,
Yogyakarta, 1988.
Sudjana, Nana,
Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, CV. Sinar Baru,
Bandung, 1991, cet.2.
Sukmadinata,
Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, PT.
Rosdakarya, 2007.
UU RI No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2003.
[1] Nana Sudjana, Pembinaan dan
Pengembangan Kurikulum di Sekolah, CV. Sinar Baru, Bandung, 1991, cet.2,
hal. 127.
[3] Burhan Nurgiantoro, Dasar-Dasar
Pengembangan Kurikulum Sekolah, BPFE, Yogyakarta, 1988, hal. 199.
[9] Nana Syaodih Sukmadinata,
Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, PT. Rosdakarya, 2007, hal. 179.